Apa Itu Nasionalisme ?
Nasionalisme tumbuh karena sebuah dorongan jiwa dan moral sebagai anak bangsa. Amri Marzali (2007) menuturkan, bahwa nasionalisme mulai dikenalkan pada abad 14 sampai 18 di Eropa. Kala itu, nasionalisme lahir atas keterdesakan ekonomi, social, politik dan sebagainya. Dari sini gagasan Renaissance di wilayah Eropa itu lahir. Inti dari nasionalisme yakni semangat kelompok untuk hidup secara bersama ( le desire de vivre ensamble), begitu yang dikatakan pujangga Perancis, Ernest Renan.
Nasionalisme Indonesia ini terbentuk atas dasar senasib dan sepenanggungan. Sama-sama korban penjajahan, hak serta kebebasan bangsa telah dibungkam. Penjajahan rupanya merusak tatanan dan struktur social menjadi ‘kasta-isme’, inlander, bangsawan, dan priyayi. Terkotak-kotaknya peran sosial ini, rakyat terklasifikasikan antara terpelajar-bodoh, kaya-miskin, juragan-abdi dan sebagainya.
Dapat kita amati di negeri ini, orang kaya tambah kaya sejalan roda investasi ekonomi berjalan. Sedangkan orang miskin kian terlindas kemiskinan karena biaya hidup mahal dan lapangan kerja terbatas. Mereka beranggapan, bahwa kemiskinan adalah nasib sekaligus takdir mutlak yang tak dapat diubah. Mereka terkooptasi paradigma pesimistis, sehingga niatan maju dan usaha keluar belenggu kemiskinan terasa mustahil.
Seakan apa yang dititahkan di dunia ini adalah hal normatif. Mentalitas hidup biasa-biasa saja dan enggan berubah, dokrin serta warisan ‘inlander’ masih bercokol di benak masyarakat.
Kolonialisme memang sudah berakhir. Kolonialisme baru bangsa ini adalah kebodohan dan ketertinggalan. Bangsa berkembang (developing country) seperti
Semangat Pemuda
Romantisme semangat Sumpah Pemuda, perlu digelorakan. Para Pemuda seharusnya malu melihat perjuangan pemuda tempo dulu. Di usia, 20 tahun mereka sudah memikirkan nasib bangsa. Mereka belajar, berorganisasi, dan berjuang membangun rasa persatuan bumi pertiwi. Secara fungsi jasmaniah tubuh (biologis), mereka adalah pemuda tapi bermental orang tua.
Para pemuda sekarang ini memiliki gaya hidup, sikap, dan mental yang cenderung emosional. Pemuda mudah tersulut api kemarahan sebab-sebab hal sepele. Dari senggolan di jalanan hingga urusan pacar, dapat mengundang emosi bahkan korban jiwa.
Angka kriminalitas, kemiskinan, pengangguran, serta nge-drug (narkoba), biasanya pelaku utama adalah kaum muda. Kehidupan mereka menjadi benalu kemajuan bangsa ini. Kondisi ini semakin menghawatirkan, seiring tindakan pemuda yang tak terkendali dan tanpa arah yang jelas.
Dalam kondisi kritis ini, perlu rasanya reorientasi Sumpah Pemuda bagi penyatuan visi dan tujuan hidup para pemuda. Pemuda perlu menemukan kembali semangat dan roh nasionalismenya. Karena mereka telah menjauh dari perasaan nasionalesme.
Nasionalisme Kini dan Gerakan Mahasiswa
Dari preseden yang ada mengenai nasionalisme, musuh bersama menjadi sebuah kebutuhan jika nasionalsime ingin mempunyai tempat dalam kehidupan Indonesia. Namun pencarian terhadap musuh bersama ini tidaklah sekadar mencari subyek ataupun obyek yang sekadar dijadikan tumbal caci maki oleh civil society (yang di dalamnya terdapat juga gerakan mahasiswa), melainkan juga harus mencari subyek atau obyek yang memang harus dijadikan musuh bersama karena pengaruhnya yang buruk bagi masyarakat. Nasionalisme akan selalu berkaitan erat dengan masalah kedaulatan sebuah negara. Kedaulatan adalah sebuah hal yang mutlak dimiliki oleh sebuah negara dan tidak bisa diganggu gugat oleh negara atau pihak manapun. Pada perkembangan saat ini, kedaulatan negara tidaklah lagi menjadi hal yang mutlak untuk dipraktekkan. Karena dengan munculnya berbagai macam organisasi internasional (OI) dan semakin kuatnya posisi tawar negara-negara maju di dalam OI tersebut, kedaulatan negara menjadi semakin kabur. Prinsip koordinatif yang dikembangkan ketika awal Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) muncul menggantikan Liga Bangsa-bangsa (LBB) tidak lagi tegas jika sudah berhadapan dengan kepentingan negara-negara besar. Nasionalisme telah digantikan oleh globalisasi sedikit demi sedikit. Globalisasi yang lahir dari budaya sebuah bangsa, dan dijadikan budaya tunggal dunia. Indonesia terkena dampak dari globalisasi ini. Hukum positif Indonesia tidak lagi menjadi kewenangan legislatif, melainkan harus mematuhi regulasi internasional yang dihasilkan oleh OI yang dikontrol oleh negara-negara maju.
Nasionalisme sebuah bangsa menentukan arah pergerakan bangsa tersebut kepada pilihan yang lebih buruk atau baik. Negara-negara maju pada saat ini menekankan pentingnya nasionalisme ketika mereka sedang berada dalam posisi sebagai negara sedang berkembang. Ketika posisi mereka berubah, nasionalisme mereka tidak ikut berubah dan justru berusaha menyebarkan nasionalisme mereka ke negara lain. Jadi, ketika muncul pertanyaan: masih relevankah nasionalisme untuk Indonesia, hal ini harus dijawab dengan mudah jika melihat preseden dan memiliki visi yang tegas mengenai bangsa ini. Bangsa yang tidak memiliki kedaulatan penuh atas wilayahnya, akan selalu menjadi bangsa kelas dua di lingkungan internasional, akan selalu menjadi bangsa konsumtif yang dependen terhadap negara lain. Kedaulatan penuh dapat diwujudkan jika masyarakat dalam suatu bangsa memiliki visi yang kuat untuk mengarahkan bangsanya menjadi lebih baik. Sebuah visi yang kuat dapat lahir jika dilandaskan dengan nasionalisme. Tanpa adanya nasionalisme, tidak akan ada visi, tidak akan ada kedaulatan, dan tidak akan ada perubahan bagi bangsa ini.
Lalu bagaimana mahasiswa Indonesia (baca: mahasiswa UKSW) mewujudkan nasionalisme yang erat kaitannya dengan musuh bersama? Tindakan apa yang harus dilakukan oleh mahasiswa Indonesia? Berbagai cara diwujudkan oleh civil society dalam mencari musuh pada saat ini untuk menunjukkan nasionalisme mereka, terlepas dari kepentingan yang mereka usung. Ada yang melalui tindakan elitis, persuasif, underground, sampai pada taraf anarkis. Isu yang muncul pun semakin beragam seperti program peningkatan kualitas pendidikan, penghapusan utang luar negeri, nasionalisasi perusahaan multinasional, anti OI, dan lainnya. Tindakan mewujudkan nasionalisme melalui metode-metode dan isu-isu tersebut terjadi dengan mendasar pada kondisi yang berkembang pada saat ini. Mahasiswa Indonesia tidak harus terikat dengan metode-metode dan isu-isu yang ada. Kajian ilmiah menjadi sebuah keharusan bagi mahasiswa Indonesia yang merupakan civil society berbasis kaum intelektual untuk dapat mengidentifikasi musuh bersama yang ingin dikedepankan. Tanpa adanya kajian ilmiah yang mendalam, aksi dalam mengedepankan musuh bersama untuk membangkitkan kembali nasionalisme hanya akan menjadi aksi taktis yang tak ada kontinuitasnya. Kajian ini juga tidak hanya sekadar bergerak dalam isu-isu terkini saja, namun juga harus mampu mengantisipasi kemungkinan yang terjadi pada masa yang akan datang, sehingga mahasiswa Indonesia tidak tergagap-gagap untuk menghadapi perubahan masyarakat yang drastis.
Mahasiswa dan Nasionalisme
Kajian ilmiah yang menjadi suatu keharusan bagi mahasiswa Indonesia dalam membangkitkan kembali nasionalisme, harus mampu diwujudkan jika mahasiswa Indonesia tidak ingin terjebak dalam romantisme masa lalu. Mahasiswa Indonesia harus sungguh-sungguh dalam mempersiapkan dan meningkatkan kualitas dirinya agar mampu membangkitkan kembali nasionalisme Indonesia. Ketika kualitas diri mahasiswa Indonesia meningkat dan kajian ilmiah semakin menguat, mahasiswa Indonesia (termasuk mahasiswa UKSW) akan mampu menjadi think tank bagi pergerakan nasionalisme di Indonesia.